Dulu saya sering mikir, beli serum seharga Rp299.000 dan merasa itu "masih masuk akal", tapi begitu melihat harga Rp300.000, otak langsung teriak, "Mahal banget, skip dulu deh!"? Padahal selisihnya cuma seribu perak—bahkan nggak cukup buat bayar parkir. Apakah Anda pernah mengalami hal yang sama?
Kalau Anda juga pernah merasakannya, selamat! Anda pernah menjadi korban (sekaligus validasi) dari kekuatan strategi pricing psikologis.
Bagi brand baru, apalagi di industri yang saturated seperti skincare dan parfum, menentukan harga itu bukan sekadar HPP + Margin = Harga Jual. Itu cara pikir tukang dagang biasa. Sebagai brand owner yang cerdas, Anda harus paham bahwa harga adalah sinyal. Harga adalah mind game. Di artikel ini, saya akan membedah bagaimana memanipulasi persepsi konsumen secara etis agar produk Anda terlihat worth it bahkan sebelum mereka mencium wanginya atau mencoba teksturnya.
Siap membedah isi kepala konsumen Anda? Let’s dive in.

Mari kita mulai dari yang paling klasik tapi masih sangat ampuh: Charm Pricing.
Secara kognitif, otak manusia memproses angka dari kiri ke kanan. Ketika konsumen melihat harga Rp199.000, otak mereka mengodekannya sebagai "seratus ribuan", bukan "dua ratus ribu kurang sedikit".
Studi dari Journal of Consumer Research menunjukkan bahwa penggunaan angka yang berakhiran 9 bisa meningkatkan konversi penjualan secara signifikan dibandingkan angka bulat.
Kapan Strategi Ini Cocok?
Pro Tip: Jangan gunakan ini berlebihan. Kalau semua produk Anda berakhiran 9, brand image Anda bisa terlihat "murahan" atau seperti barang diskonan terus-menerus.

Nah, ini kebalikannya. Jika Anda merilis branding parfum lokal dengan narasi eksklusif, mewah, dan niche, tolong lupakan angka ganjil.
Gunakan Prestige Pricing atau angka bulat. Harga Rp500.000 terlihat jauh lebih elegan, tegas, dan curated dibandingkan Rp499.900. Angka desimal atau ganjil sering diasosiasikan dengan perhitungan yang rumit dan penghematan. Sedangkan angka bulat diasosiasikan dengan kualitas premium dan perasaan "saya mampu membelinya".
Studi Kasus: Lihat brand parfum high-end seperti Jo Malone atau Byredo. Mereka jarang bermain dengan harga "nanggung". Brand parfum lokal yang sukses menembus pasar high-end seperti HMNS (pada varian tertentu) atau Saff & Co sering menggunakan pendekatan angka yang bersih (clean) untuk menjaga perceived value mereka.
Bagaimana cara menjual serum anti-aging seharga Rp450.000 agar tidak diprotes kemahalan? Caranya bukan dengan menurunkannya, tapi dengan meletakkannya di sebelah produk lain yang harganya Rp800.000.
Ini disebut Anchor Pricing. Otak manusia sangat buruk dalam menilai harga absolut, tapi sangat jenius dalam membandingkan.
Cara Mainnya:
Mendadak, Rp399.000 terasa best deal banget, kan? Tanpa pembanding (anchor) Rp750.000, si Rp399.000 akan terlihat mahal. Tapi dengan adanya anchor, dia jadi terlihat affordable.
👉 Baca Juga : Bahas Tuntas Psikologi Warna Kemasan Produk
Pernah beli popcorn di bioskop? Kecil Rp30rb, Sedang Rp55rb, Besar Rp60rb. Anda pasti beli yang besar karena mikir, "Nambah 5 ribu doang dapet yang gede!".
Aplikasikan ini pada bundling produk skincare atau parfum Anda.
Skenario Nyata:
Mungkin orang masih mikir. Tapi coba masukkan Decoy (Pengalihan):
Lihat bedanya? Konsumen akan melihat Opsi B dan berpikir itu rugi banget, lalu melihat Opsi C dan berpikir itu "Steal Deal" atau menang banyak. Opsi B ada di sana bukan untuk dijual, tapi untuk mendorong orang mengambil Opsi C (yang margin-nya mungkin lebih besar buat Anda).

Ini detail kecil tapi mind-blowing. Para peneliti psikologi menemukan bahwa ketika Anda menampilkan harga diskon (harga coret), cara penulisannya berpengaruh.
Angka 20 (persen) terlihat lebih besar daripada angka 20 (ribu) di mata konsumen dalam konteks skala kecil. It's all about perception.
Menentukan harga untuk brand baru itu memang tricky. Terlalu murah, orang curiga isinya air keran. Terlalu mahal, orang lari ke brand kompetitor yang sudah established.
Kuncinya adalah konteks.
Harga bukan cuma label yang ditempel di botol. Harga adalah janji kualitas. Jika Anda berani memasang harga, pastikan "isi" produk Anda mampu membayarnya.
Jujur saja, kesalahan terbesar brand lokal baru saat ini adalah "Insecure Pricing". Anda takut nggak laku, jadi Anda banting harga sampai margin tipis setipis kesabaran Anda. Please, stop. Kalau produk Anda bagus, visualnya estetik, dan brand story-nya kuat, charge what you’re worth. Konsumen milenial dan Gen Z itu pintar; mereka rela bayar lebih untuk value dan vibes, bukan sekadar barang murah. Don't be the cheapest, be the most memorable.

Sudah punya strategi harga, tapi bingung mulai produksinya di mana?
Strategi pricing yang canggih akan sia-sia kalau kualitas produk Anda mediocre. Anda butuh partner produksi yang paham standar kualitas tinggi untuk menopang harga jual Anda.
Percayakan pembuatan produk skincare dan kosmetik impian Anda lewat jasa maklon di CV Zweena Adi Nugraha. Kami siap membantu Anda dari nol—mulai dari formulasi eksklusif, pengurusan legalitas (BPOM/Halal), hingga produksi massal dengan standar pabrik yang terjamin. Anda fokus bangun strategi brand, biarkan kami yang urus kerumitan produksinya.
Siap jadi The Next Big Brand? [Hubungi Tim CV Zweena Adi Nugraha di Sini] untuk konsultasi maklon gratis dan wujudkan sampel produk pertama Anda sekarang juga!
Jangan lewatkan koleksi artikel menarik dan informatif dari kami.
Belum ada komentar.