Pernah lihat iklan di Instagram yang bunyinya begini? “Wujudkan Mimpimu Jadi Beautypreneur! Bikin Brand Skincare Sendiri, MOQ Mulai 80 pcs!”
Langsung deh, jiwa founder kita meronta-ronta. Bayangan jadi The Next Tasya Farasya atau Neng Lesti dengan brand sendiri sudah di depan mata. Modalnya kelihatan kecil, risikonya seolah minimal. Cuma 80 pcs, kan? Kalau nggak laku, ya udah, bagi-bagi ke keluarga pas Lebaran.
Tapi, tunggu dulu. Coba tarik napas dan pikirkan. Yakin ini jalan tol menuju kesuksesan, atau malah gang sempit yang ujungnya portal ditutup?
Jujur aja, memulai bisnis dengan MOQ (Minimum Order Quantity) super kecil itu sering kali bukan langkah cerdas. Itu adalah jebakan batman yang manis di awal, tapi bikin boncos di tengah jalan.
Coba kita main matematika sederhana. Kamu pesan maklon 50-100 pcs. Pabrik harus menyalakan lab, menimbang bahan baku A, B, C dalam jumlah njelimet, mencampur, mengemas, dan menempel stiker. Semua proses itu butuh tenaga manusia dan waktu yang sama, entah untuk 50 pcs atau 1000 pcs.
Ini analogi kocaknya: Maklon MOQ kecil itu ibarat kamu pesan private chef buat masakin satu bungkus Indomie. Bisa? Bisa banget. Tapi biaya kokinya jauh lebih mahal dari harga Indomie-nya.
Kenapa MOQ besar lebih murah? Karena mereka pakai mesin raksasa serba otomatis. Sekali jalan, mesin itu bisa memproduksi ribuan pieces dengan presisi tinggi. Biaya operasional dibagi ke ribuan produk, makanya harga pokok produksi (HPP) per piece bisa ditekan gila-gilaan.
Di MOQ kecil, HPP-mu bengkak. Akibatnya? Kamu harus jual produkmu dengan harga lebih mahal biar untung. Padahal sebagai brand baru, senjata utamamu seharusnya adalah harga yang kompetitif. Sulit kan, mau perang harga kalau pelurumu lebih mahal dari lawan?
Ini bagian paling horor. Pabrik yang melayani MOQ sangat kecil biasanya mengerjakan pesananmu di skala lab, bukan di lantai produksi utama. Artinya, banyak proses yang masih semi-manual. Ada sentuhan tangan manusia yang sangat dominan.
Masalahnya, tangan manusia tidak sekonsisten mesin.
Inkonsistensi ini adalah pembunuh kepercayaan nomor satu. Bayangkan pelanggan setiamu yang sudah jatuh cinta sama produkmu, pas beli lagi, eh, rasanya beda. Mereka bakal mikir, "Ini produk KW-nya, ada yang palsuin, atau gimana?" Reputasimu yang dibangun susah payah bisa hancur dalam sekejap hanya karena produkmu nggak stabil.
Bandingkan dengan MOQ besar. Ribuan pieces yang keluar dari mesin otomatis punya stabilitas yang hampir 100% identik. Tekstur, warna, aroma, semua terjaga. Inilah pondasi dari brand trust.
Ini nih, puncak dari segala masalah. Kamu luncurkan 100 pcs produkmu. Kamu niat jualan, pasang iklan, ikutan flash-sale, endorse selebgram mikro. Dan... BOOM! Ternyata produkmu disukai pasar.
Dalam waktu kurang dari seminggu, 100 pcs ludes terjual. Notifikasi orderan di e-commerce nggak berhenti bunyi. Kamu senang? Tentu. Tapi kesenangan itu hanya sesaat.
Stokmu sekarang: NOL.
Pelanggan baru mulai berdatangan, tapi yang mereka lihat cuma tombol “Stok Habis”. Dilain sisi resi numpuk karena banyak yang PO. Ada yang sabar klik "Ingatkan Saya", tapi mayoritas? Mereka langsung cari produk serupa di kompetitor. Momen emasmu hilang begitu saja.
Kamu panik dan langsung kontak pabrik untuk re-order (RO). Apa kata pabrik? "Oke kak, masuk antrean ya. Estimasi produksi selesai 4-8 minggu lagi."
DHUARRR!
Selama 1-2 bulan ke depan, inilah yang akan terjadi:
Kamu berhasil menjual 100 pcs, tapi kamu kehilangan ratusan calon pelanggan potensial dan merusak reputasi tokomu sendiri. Ironis, kan?
Belum ada komentar.